Pekalongan merupakan salah satu kota penting dalam penyebaran agama Islam di Pesisir Pulau Jawa. Tidak heran tokoh Islam yang berpengaruh dan dimakamkan di Kota Pekalongan.
SALAH satunya adalah Sayyid Ahmad Bin Abdullah Bin Tholib Al Atas beliau adalah seorang Ulama Besar yang semasa hidupnya Sangat berjasa dalam merintis pendirian Pondok Pesantren di Pulau Jawa.
Makam beliau terletak di Jalan Irian Kelurahan Sapuro, Kecamatan Pekalongan Barat. Di Komplek Pemakaman juga terdapat salah satu masjid tertua di Pekalongan bernama Masjid Jami' Aulia yang dibangun pada tahun 1135 H/ 1714 Masehi (abad 16).
Masjid yang mempunyai prasasti bertuliskan huruf arab terbuat dari kayu ada di depan pintu dengan tulisan tahun 1135 Hijriyah, yang menandai pendirian masjid tersebut mem
ang selalu ramai dikunjungi peziarah.
Tidak hanya peziarah lokal, banyak diantara peziarah yang datang dari luar kota bahwa luar pulau dan luar negara. Sebab, disekitar lokasi tersebut terdapat makan habib atau ulama-ulama besar maupun tokoh kerajaan.
Di sekitar masjid juga terlihat banyak kios yang menjajakan asesoris kas Pekalongan, seperti kain dan busana batik, ada pula tempat tempat penginapan yang dibuka warga setempat. Sekilas bangunan masjid tampak sederhana. Namun dipenuhi unsur-unsur artistik.
Seperti adanya bangunan tembok yang berarksitektur timur tengah dengan tiga pintu besar dari kayu. Sedangkan ruang utamanya mengacu tradisi jawa menggunakan empat soko guru yang semuanya menggunakan kayu jati berukuran besar lengkap dengan ompak penyangga dari batu.
Menurut Kiai Dananir, sebagai ketua umum takmir pengelola masjid Aulia, bangunan m
asjid yang tergolong tua di Kota Pekalongan itu, penuh dengan nilai-nilai sejarah penyebaran Islam di daerah pesisir pulau Jawa. Seperti terlihat pada kayu-kayu untuk bangunan masjid Aulia yang berasal dari sisa pembangunan Masjid Demak masa Walisongo. Kemudian mimbar untuk khotbah berornamen ukir-ukiran.
Sementara itu, Saifi, sebagai wakil ketua umum Takmir masjid Aulia, menambahkan, bahwa secara umum bangunan fisik masjid yang dulu sempat diberi nama Galuh Rante ini, masih seperti bentuk aslinya. Hanya, pada beberapa bagian ornamen dindingnya, diberi tambahan batu-batuan 'Kroso', yang sebenarnya pada aslinya tidak ada.
Perjalanan sejarah pembangunan Masjid Aulia diawali dari siar agama Islam dari tokoh ulama Bintara Demak melalui pesisir Pantura, masing-masing Kyai Maksum, Kyai Sulaiman, Kyai Lukman dan Nyai Kudung. “Makam para pendiri masjid tersebut, sebagian berada di bawah lantai masjid ini,” ujarnya.
Meski prasasti menyebutkan tahun pendirian masjid, namun tidak ada prasasti yang menyebutkan tentang pembuat masjid tersebut. Kemudian muncul berbagai anggapan bahwa masjid Aulia didirikan oleh syeh dari Hadramaut mengingat tempatnya tidak jauh dari aliran sungai yang dahulu kala sebagai tempat berniaga. Namun perkembangan selanjutnya terjadi sejak tahun 1924, di mana masjid itu dikelola oleh Kyai Elyas diteruskan Kyai Abdul Khalil, Kyai Bakri, Kyai Danuri Ibrahim, K
yai Warmidi dan kini dikelola cucunya Kyai Dananir. Karena didirikan olah kaum Aulia, maka Masjid Sapuro ditambah dengan sebutan Masjid Jami Aulia Sapuro.
ALQURAN RAKSASA
Yang menarik, di masjid Aulia juga terdapat sebuah Alquran berukuran raksasa. Alquran ini adalah infaq pemberian Moh Aswantari, sekitar tahun 1970-an. Alquran berukuran 22,35 x 2 meter itu dibuat dari kain putih yang ditulis dengan cat hitam. Berisi khusus juz 30 AlQuran (Juz Amma) yang terdiri atas 17 surat. "Namun, yang ditaruh disini adalah duplikatnya sesuai dengan yang asli, yang ditulis oleh Rohmat dari Kraton Lor, ditulis pada tahun 2000," papar dia. Hal itu dikarenakan, Alquran raksasa yang asli telah hilang.
Selasa, 16 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar